Sejarah Kehidupan
Dua puluh dua tahun lalu, di
tanggal yang sama dengan hari ini, tepat setelah orang-orang selesai
mengumandangkan adzan subuh, di sebuah ruangan rumah sakit, sepasang suami
istri menimang putri pertamanya yang kemudian diberi nama “Nabila”. Sang
istri adalah anak bungsu dari tiga bersaudara, yang kala itu melahirkan tanpa
didampingi oleh seorang ibu. Di ruangan yang berbeda namun di hari yang sama,
ada seorang wanita tua, sedang terbaring lemah, hanya mampu menatap cucu
ketiganya tanpa bisa menyentuh bahkan menggendong, dia adalah ibu dari istri
tersebut.
Tepat dua minggu setelah
kelahiran putri pertamanya, pada tanggal 24 Agustus 1997. Perempuan tangguh itu
kemudian ditinggalkan ibunya tercinta menghadap Yang Maha Kuasa. Seorang anak
bungsu yang diluar sana dipandang orang sebagai anak manja, ketika diberi
kebahagiaan setelah memandang putri pertamanya, kemudian mendapat hujaman keras
setelah ditinggalkan ibunya. Anak bungsu yang kemudian tidak punya siapa-siapa
untuk mengajarinya menimang anak kala itu dibantu oleh seorang wanita paruh
baya di samping rumahnya.
Tidak lama berselang, sang ayah
memohon izin untuk menikah lagi, dengan modal hutang dengan saudagar kaya. Dua saudaranya
mendukung pernikahan tersebut, tertinggal lah sang anak bungsu seorang diri
tidak bisa mengelak dengan keputusan tersebut. Sang ayah menikah, anak bungsu
dan suaminya pindah tempat tinggal ke rumah mertua, dengan penuh harap semoga
dibantu belajar menimang anaknya.
Tidak lama di sana, dimusuhi ipar
dan ibu mertua menjadi konsumsinya sehari-hari, badannya yang dulu berisi
akhirnya menjadi kurus kering kerontang. Masalah tak kunjung henti bertubi-tubi
menghujamnya. Hingga sang suami akhirnya memutuskan untuk membangun sebuah
rumah demi kebahagiaan istri dan anak pertamanya. Pelan dan perlahan, tidak
terasa sebuah rumah telah selesai dibangun, kokoh, kuat, beserta penghuni
rumahnya yang juga sangat kuat.
Dua puluh dua tahun sudah
berlalu, kini anak bungsu sudah tidak lagi menggendong anaknya. Kini dia sudah
bisa menggandeng lima orang anak yang selalu menguatkannya. Kokoh sudah hatinya
dengan berbagai cobaan. Mulai dari dimusuhi, dicaci maki, hingga permasalahan
ekonomi.
Tulisan Manis itu...
semacam surat cinta yang membuatku semakin merasa kelam
Tidak banyak yang berbeda dengan hari kemarin,
hanya saja rasanya percakapan WA penuh dengan pesan yang berisi doa dan
ucapan. Perasaanku sama dengan hari kemarin, tidak begitu tertarik dengan
perayaan tahunan. Meski nampaknya begitu menikmati dengan doa dan ajakan
traktiran. Itu hanya sandiwara untuk menghargai sebuah ucapan.
Setengah hari berjalan. Ada sebuah
pesan masuk dari seorang teman. Nampaknya sebuah ucapan spesial. Yang kemudian
kubaca dengan penuh haru. Cukup berkesan dan meninggalkan bekas di hati. Meski sempat
kupikir tidak biasanya dia semanis ini, namun pikiran aneh perlahan kutepis
jauh-jauh, agar menghindari hal yang tidak wajar dirasakan oleh seorang teman.
Ya, dia seorang laki-laki. Sahabat
seperjuangan ketika berorganisasi di kampus dulu. Entah kenapa hubungan yang
dulu kupikir sudah renggang kemudian saat ini mendekat kembali. Tidak seperti
biasanya. Kebingungan itu kubiarkan pergi jauh-jauh, kemudian terganti dengan
bayangan kata-kata manisnya dalam sebuah tulisan tadi pagi.
Hingga akhirnya kusadarkan
kembali diriku dengan kata-kata seorang teman..
“laki-laki baik bukan berarti
suka”.
Ya, baper itu manusiawi. yang
penting adalah bagaimana kita bisa menata hati.
Semangkuk Bakso dan
Secangkir Teh Manis
Dalam perjalanan kehidupan setiap
tahunnya, tentu ada resolusi yang diharapkan bisa tercapai, entah itu karir di
bidang pekerjaan, akademik, maupun keahlian yang ingin dipelajari dan digeluti.
Resolusi tahunan yang sudah mampu
dicapai rasanya terasa hampa jika hanya dibiarkan berlalu tanpa kesan.
Sepulang dari rapat tadi sore,
aku memutuskan untuk pulang kerumah menjemput perempuan tangguh, dengan harapan
bisa merayakan kebahagiaan bersamanya, dengan penuh cinta, memberinya sedikit
tawa karena sudah berjuang selama dua puluh dua tahun ini. Namun ajakan itu
ditolak begitu saja karena dia sudah merasa lelah bekerja seharian.
Baiklah, kuputuskan untuk
merayakannya sendiri.
Ditemani semangkuk bakso dan
secangkir teh manis yang akhirnya bisa kubeli dengan uang hasil kerja kerasku
sendiri.
Mungkin bagi sebagian orang
terlihat biasa, namun bagiku rasanya ada kepuasan tersendiri. Taklupa kubungkus
satu untuk perempuan tangguhku itu. Dengan senyum sumringah nampaknya dia
begitu senang dengan isi kresek yang kubawa. Tak lupa dengan simanis terang
bulan untuk lelaki tampanku yang selalu siap memberikan bahunya untuk menjadi
sandaran putri sulungnya yang manja ini.
“Bah. Ma. Mohon doanya. Agar bisa
selalu membuat kalian bahagia..”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar