Sayang,
tangisku hari ini tanpa alasan.
Senyumku kemarin penuh rindu,
dan kau berlalu begitu saja
Sayang,
aku akan terus diam mematung menantimu di ujung senja
hingga sabarku pupus dalam hembusan angin malam
Sayang,
aku buta.
tak mampu bedakan dusta, cinta, dan sandiwara.
Aku benci rinduku yang menggunung
yang tak lagi kau hiraukan.
(Nabila, 110218, Banjarmasin)
Minggu, 11 Februari 2018
Rabu, 24 Januari 2018
Save Meratus
Adakah Kau Dengar Jerit Hutan Kami
(Nabila)
Indahnya meratus nampak jelas kutatap
Bersama debur angin dari puncak gunung
Jelas aku tertegun
Telah nampak hutan-hutan rimba di kaki gunung
Jeritnya terdengar riuh
Tangisnya ledakkan sunyi
Pohon-pohon terluka
Hampir habis ditebang kapitalis bengis
Tanah gersang menganga
Lihatlah di jantung rimba itu
Rumah-rumah kami anak negri
Lihatlah balai yang terbelah
Adakah kau dengar jerit hutan kami
Hutan rimba adalah nafas kami
Begitu serakahnya kau kapitalis berwatak imprialis
Adakah kau dengar jerit hutan kami
Adakah pula kau lihat tanah gersang dan menganga
tempat kami terkubur di dalamnya
Banjarbaru, 17 April
(Nabila)
Indahnya meratus nampak jelas kutatap
Bersama debur angin dari puncak gunung
Jelas aku tertegun
Telah nampak hutan-hutan rimba di kaki gunung
Jeritnya terdengar riuh
Tangisnya ledakkan sunyi
Pohon-pohon terluka
Hampir habis ditebang kapitalis bengis
Tanah gersang menganga
Lihatlah di jantung rimba itu
Rumah-rumah kami anak negri
Lihatlah balai yang terbelah
Adakah kau dengar jerit hutan kami
Hutan rimba adalah nafas kami
Begitu serakahnya kau kapitalis berwatak imprialis
Adakah kau dengar jerit hutan kami
Adakah pula kau lihat tanah gersang dan menganga
tempat kami terkubur di dalamnya
Banjarbaru, 17 April
Dia masalaluku
Puisi ini dia berikan tak berjudul,
judul ini kubuat sendiri untuknya,
Celoteh
Senja
(Oleh AS Bayu)
(Oleh AS Bayu)
Lihatlah, lihat!!
Semuanya kini buta
Manakala semburat senja
terseret arah
Mengibaskan gemintang
yang luruh di angkasa raya
Bagai cinta yang dibuai
dusta
Tahukah engkau wahai
kasih?
Tentang hikayat sang
bayu yang meniup mesra jelalat sang debu?
Ketika rimbun perdu
gugur
Saat pelangi tak lagi
berwarna
Dan, ketika sang pena
tak sanggup lagi abadikan kisah ini
Ia murka menjelma terik
Tak kasat mata, namun
bisa hancurkan kehidupan
Inilah makna sebuah
impian yang kau rindu dulu
Semua takkan bisa terulang
Sejarah,
Namun kita bisa
potretkan sejarah baru yang lebih indah.
Bandung,
07 April 2016
Buta, Tuli, dan Bisu, "Cinta" katanya
Aksara Asmara Buta
(Nabila)
Huru hara cinta bak melodi yang mengayun mendayu
Gamang menggerayangi nafas manusia setengah tua
Katanya merah jambu warnanya
Sketsa manusia durjana yang tengah memintal pita asmara
Yang menerima begitu saja cinta dari aksara-aksara buta
Sebab sudah lestari di mata dunia
Terus dan terus melampaui tahun-tahun
Tanpa sadar bola-bola api terus menerus menghujami diri
Seakan siap membakar sang pemuja hati
Tanpa perduli hakikat diri dan cinta sejati
Banjarmasin, 14 Februari 2017
Coretan Merpati Putih
PAGI
(Nabila)
Pagi ini, jari jemariku bergerak
Menggoreskan tinta emas dari pena baja
Pada kertas putih lusuh.
Pagi ini, didepan cermin ku berdiri
Bersama bayangan semu
Ku lihat wajah yang begitu pucat
Pagi ini, didepan cermin ku berdiri
Bersama bayangan semu itu
Disisi lain ku sendiri
Menatap ruang kamar yang sempit
Angan ku bertanya-tanya
Mampukah aku bangkit.
Langganan:
Postingan (Atom)