Kamis, 24 Juli 2014

Lenyap


Kembara Panjang
(Nabila)

Adakala malam menjelang purnama
Hilang aksara dalam raung dan ronta
Memekik peluh di sela keheningan
Jiwaku menafsir pekat dalam lunglai
Berdiri kokoh bersama ilalang melambai
Kudapati sampan terjerat di pinggiran danau
Ingin rasanya kujamah guratan jingga terbentang di langit
Menepis semua gelap di cakrawala
Pertanda matahari beranjak dari tidurnya
Ilalang hijau tak juga berhenti melambai
Rembulan kian menyingsing jelangkan kepak kembaraku
Melepas pasungan sayapku di lini lintas panjang
Menyentuh biduk dalam tabir bekuan sunyi
Laraikan silam nyata di tihang sampan
Ku terka kepak yang hendak menerbang ke hulu
Tepiskan perihku di atas hamparan perdu

Salam rindu untukmu


Kembara Tak Bersua
(Nabila)

Relung hatiku bersenandung memekik pilu
Aku sedang berdiri bersama debur angin di padang ilalang
Menatap kebahagiaan kau bersama sehelai daun sirih, bersama setangkai bunga mawar
Meski kau jauh bersemayam di ufuk barat
Menatap matahari yang sekejap lagi akan terbenam
Kembara mana yang telah memisah jarak hingga kita lama tak bersua
Walau terbawa hanyut sampai kemuara
Rindu itu tak pernah hilang sejak pertemuan kita
Saat rindu yang menjelma sungai berhulu di matamu
Tetapi aku tetap ingin berkayuh menuju taman yang kita bangun tempo dulu
Dan berharap akan bertemu lagi
Sejak pertemuan kita debur aliran darah seperti memompa meledakkan dadaku
Aku masih disini berdiri dibibir rindu
Menatap awan biru dari pancaran matamu dengan napas terhenyak sesak
Cinta itu semakin kokoh berakar
Pada akhirnya kulihat kau berdua dengan setangkai mawar di taman itu
Diam adalah bahasa sesungguhnya dalam gemuruh hatiku

Banjarbaru, 2014

Gazaku


Gonjang-Ganjing

Gaza Gaza, takkan hangus nafasmu oleh Zionis
Ketika rumah-rumah remuk diinjak teroris
Siapa bilang kalian kalah?
Takkan ada ringisan tangis
mati tersenyum suci dengan wudhu
Anak-anak kecil menerjang tiada gentar
Memburu tiada ragu
Tersenyum tiada pilu
Oh.. Bayibayi yang dijajah
Kini telah datang hari yang baru
Hilang suara oleh raung dan ronta
Harapan merdeka tak pupus di telan masa
Sedangkan langkah tak terkejar
Tak terhenti untuk menanti
Mereka yang nyinyir, tak tahu betapa bahagianya syahid sepertimu
Menjerit tanpa mulut, berlari tanpa kaki
Bumiku gonjang-ganjing saudara!
Dimana segala rasa menjadi senja
Menggigil, dingin, karena hujan bom mengudara di punggung, merah menganga menghujam dada
Mana! Mana! Teriak orangtua paruh baya
Sorak sorai mereka di puncak bukit, terbahak menertawakan sakit

Martapura, Juli 2014