Rabu, 24 Januari 2018

Save Meratus

Adakah Kau Dengar Jerit Hutan Kami
(Nabila) 

Indahnya meratus nampak jelas kutatap
Bersama debur angin dari puncak gunung
Jelas aku tertegun
Telah nampak hutan-hutan rimba di kaki gunung
Jeritnya terdengar riuh
Tangisnya ledakkan sunyi
Pohon-pohon terluka
Hampir habis ditebang kapitalis bengis
Tanah gersang menganga
Lihatlah di jantung rimba itu
Rumah-rumah kami anak negri
Lihatlah balai yang terbelah
Adakah kau dengar jerit hutan kami
Hutan rimba adalah nafas kami
Begitu serakahnya kau kapitalis berwatak imprialis
Adakah kau dengar jerit hutan kami
Adakah pula kau lihat tanah gersang dan menganga
tempat kami terkubur di dalamnya

Banjarbaru, 17 April

Dia masalaluku



Puisi ini dia berikan tak berjudul,
judul ini kubuat sendiri untuknya,

Celoteh Senja
(Oleh AS Bayu)
Lihatlah, lihat!!
Semuanya kini buta
Manakala semburat senja terseret arah
Mengibaskan gemintang yang luruh di angkasa raya
Bagai cinta yang dibuai dusta
Tahukah engkau wahai kasih?
Tentang hikayat sang bayu yang meniup mesra jelalat sang debu?
Ketika rimbun perdu gugur
Saat pelangi tak lagi berwarna
Dan, ketika sang pena tak sanggup lagi abadikan kisah ini
Ia murka menjelma terik
Tak kasat mata, namun bisa hancurkan kehidupan
Inilah makna sebuah impian yang kau rindu dulu
Semua takkan bisa terulang
Sejarah,
Namun kita bisa potretkan sejarah baru yang lebih indah.
Bandung, 07 April 2016

Buta, Tuli, dan Bisu, "Cinta" katanya


Aksara Asmara Buta
(Nabila)
Huru hara cinta bak melodi yang mengayun mendayu
Gamang menggerayangi nafas manusia setengah tua
Katanya merah jambu warnanya
Sketsa manusia durjana yang tengah memintal pita asmara
Yang menerima begitu saja cinta dari aksara-aksara buta
Sebab sudah lestari di mata dunia
Terus dan terus melampaui tahun-tahun
Tanpa sadar bola-bola api terus menerus menghujami diri
Seakan siap membakar sang pemuja hati
Tanpa perduli hakikat diri dan cinta sejati
Banjarmasin, 14 Februari 2017

Coretan Merpati Putih



PAGI

(Nabila)


Pagi ini, jari jemariku bergerak
Menggoreskan tinta emas dari pena baja
Pada kertas putih lusuh.

Pagi ini, didepan cermin ku berdiri
Bersama bayangan semu  
Ku lihat wajah yang begitu pucat

Pagi ini, didepan cermin ku berdiri
Bersama bayangan semu itu
Disisi lain ku sendiri
Menatap ruang kamar yang sempit
Angan ku bertanya-tanya
Mampukah aku bangkit.