Kutemukan dia yang semakin berbeda. Aku hanya takut. Sesuatu yg buruk terulang kembali.
Dulu, sekian tahun yg lalu aku pernah jatuh cinta. Jatuh sejatuh jatuhnya. Kemudian menjadi lemah.
Dulu aku pernah menanti cinta. Menerima segalanya. Kekurangan dan kelebihannya. Keadaannya. Orang tuanya. Agamanya. Kasih sayangnya. Perlakuannya. Prilakunya. Teman-teman dan orang sekitarnya.
Dulu aku menunggu cinta. Dia kemudian datang, tak lama, lalu pergi, dengan wanita pilihannya.
Dulu aku menanti kasihsayangnya. Menanti kedatangannya. Menantinya menggenggam tanganku di depan orang tuanya.
Yang kemudian pada akhirnya aku percaya. Janjinya melindungiku hanya dusta.
Hari ini aku kembali terjatuh. Di depan sesuatu yg bernama cinta. Dan kemudian kembali melemah. Dengan berusaha tidak akan mengulang kejadian yg sama.
Suatu hari lelaki itu datang. Menyulut api cinta yg sempat padam. Hari-demi hari api itu kembali menyala. Namun entah kenapa hari ini nampak semakin meredup.
Bersyukur aku lebih kuat dari sebelumnya.
Meski hati ini merasa gelisah. Ragu. Takut. Kehilangan untuk kesekian kalinya.
Aku kembali mempersiapkan diri. Siapa tau kata "aku bosan" segera keluar dari ketikan jempolnya.
Akupun kembali mempersiapkan diri. Mengemasi segalanya dari dalam hatiku. Agar nanti aku bisa segera pergi.
Kinara's Diary
coretan tentang perjalanan yang akan menjadi saksi sejarah kehidupan Kinara
Minggu, 08 September 2019
Kamis, 08 Agustus 2019
Delapan Agustus
Sejarah Kehidupan
Dua puluh dua tahun lalu, di
tanggal yang sama dengan hari ini, tepat setelah orang-orang selesai
mengumandangkan adzan subuh, di sebuah ruangan rumah sakit, sepasang suami
istri menimang putri pertamanya yang kemudian diberi nama “Nabila”. Sang
istri adalah anak bungsu dari tiga bersaudara, yang kala itu melahirkan tanpa
didampingi oleh seorang ibu. Di ruangan yang berbeda namun di hari yang sama,
ada seorang wanita tua, sedang terbaring lemah, hanya mampu menatap cucu
ketiganya tanpa bisa menyentuh bahkan menggendong, dia adalah ibu dari istri
tersebut.
Tepat dua minggu setelah
kelahiran putri pertamanya, pada tanggal 24 Agustus 1997. Perempuan tangguh itu
kemudian ditinggalkan ibunya tercinta menghadap Yang Maha Kuasa. Seorang anak
bungsu yang diluar sana dipandang orang sebagai anak manja, ketika diberi
kebahagiaan setelah memandang putri pertamanya, kemudian mendapat hujaman keras
setelah ditinggalkan ibunya. Anak bungsu yang kemudian tidak punya siapa-siapa
untuk mengajarinya menimang anak kala itu dibantu oleh seorang wanita paruh
baya di samping rumahnya.
Tidak lama berselang, sang ayah
memohon izin untuk menikah lagi, dengan modal hutang dengan saudagar kaya. Dua saudaranya
mendukung pernikahan tersebut, tertinggal lah sang anak bungsu seorang diri
tidak bisa mengelak dengan keputusan tersebut. Sang ayah menikah, anak bungsu
dan suaminya pindah tempat tinggal ke rumah mertua, dengan penuh harap semoga
dibantu belajar menimang anaknya.
Tidak lama di sana, dimusuhi ipar
dan ibu mertua menjadi konsumsinya sehari-hari, badannya yang dulu berisi
akhirnya menjadi kurus kering kerontang. Masalah tak kunjung henti bertubi-tubi
menghujamnya. Hingga sang suami akhirnya memutuskan untuk membangun sebuah
rumah demi kebahagiaan istri dan anak pertamanya. Pelan dan perlahan, tidak
terasa sebuah rumah telah selesai dibangun, kokoh, kuat, beserta penghuni
rumahnya yang juga sangat kuat.
Dua puluh dua tahun sudah
berlalu, kini anak bungsu sudah tidak lagi menggendong anaknya. Kini dia sudah
bisa menggandeng lima orang anak yang selalu menguatkannya. Kokoh sudah hatinya
dengan berbagai cobaan. Mulai dari dimusuhi, dicaci maki, hingga permasalahan
ekonomi.
Tulisan Manis itu...
semacam surat cinta yang membuatku semakin merasa kelam
Tidak banyak yang berbeda dengan hari kemarin,
hanya saja rasanya percakapan WA penuh dengan pesan yang berisi doa dan
ucapan. Perasaanku sama dengan hari kemarin, tidak begitu tertarik dengan
perayaan tahunan. Meski nampaknya begitu menikmati dengan doa dan ajakan
traktiran. Itu hanya sandiwara untuk menghargai sebuah ucapan.
Setengah hari berjalan. Ada sebuah
pesan masuk dari seorang teman. Nampaknya sebuah ucapan spesial. Yang kemudian
kubaca dengan penuh haru. Cukup berkesan dan meninggalkan bekas di hati. Meski sempat
kupikir tidak biasanya dia semanis ini, namun pikiran aneh perlahan kutepis
jauh-jauh, agar menghindari hal yang tidak wajar dirasakan oleh seorang teman.
Ya, dia seorang laki-laki. Sahabat
seperjuangan ketika berorganisasi di kampus dulu. Entah kenapa hubungan yang
dulu kupikir sudah renggang kemudian saat ini mendekat kembali. Tidak seperti
biasanya. Kebingungan itu kubiarkan pergi jauh-jauh, kemudian terganti dengan
bayangan kata-kata manisnya dalam sebuah tulisan tadi pagi.
Hingga akhirnya kusadarkan
kembali diriku dengan kata-kata seorang teman..
“laki-laki baik bukan berarti
suka”.
Ya, baper itu manusiawi. yang
penting adalah bagaimana kita bisa menata hati.
Semangkuk Bakso dan
Secangkir Teh Manis
Dalam perjalanan kehidupan setiap
tahunnya, tentu ada resolusi yang diharapkan bisa tercapai, entah itu karir di
bidang pekerjaan, akademik, maupun keahlian yang ingin dipelajari dan digeluti.
Resolusi tahunan yang sudah mampu
dicapai rasanya terasa hampa jika hanya dibiarkan berlalu tanpa kesan.
Sepulang dari rapat tadi sore,
aku memutuskan untuk pulang kerumah menjemput perempuan tangguh, dengan harapan
bisa merayakan kebahagiaan bersamanya, dengan penuh cinta, memberinya sedikit
tawa karena sudah berjuang selama dua puluh dua tahun ini. Namun ajakan itu
ditolak begitu saja karena dia sudah merasa lelah bekerja seharian.
Baiklah, kuputuskan untuk
merayakannya sendiri.
Ditemani semangkuk bakso dan
secangkir teh manis yang akhirnya bisa kubeli dengan uang hasil kerja kerasku
sendiri.
Mungkin bagi sebagian orang
terlihat biasa, namun bagiku rasanya ada kepuasan tersendiri. Taklupa kubungkus
satu untuk perempuan tangguhku itu. Dengan senyum sumringah nampaknya dia
begitu senang dengan isi kresek yang kubawa. Tak lupa dengan simanis terang
bulan untuk lelaki tampanku yang selalu siap memberikan bahunya untuk menjadi
sandaran putri sulungnya yang manja ini.
“Bah. Ma. Mohon doanya. Agar bisa
selalu membuat kalian bahagia..”
Minggu, 11 Februari 2018
Coretan Senja Kinara
Sayang,
tangisku hari ini tanpa alasan.
Senyumku kemarin penuh rindu,
dan kau berlalu begitu saja
Sayang,
aku akan terus diam mematung menantimu di ujung senja
hingga sabarku pupus dalam hembusan angin malam
Sayang,
aku buta.
tak mampu bedakan dusta, cinta, dan sandiwara.
Aku benci rinduku yang menggunung
yang tak lagi kau hiraukan.
(Nabila, 110218, Banjarmasin)
tangisku hari ini tanpa alasan.
Senyumku kemarin penuh rindu,
dan kau berlalu begitu saja
Sayang,
aku akan terus diam mematung menantimu di ujung senja
hingga sabarku pupus dalam hembusan angin malam
Sayang,
aku buta.
tak mampu bedakan dusta, cinta, dan sandiwara.
Aku benci rinduku yang menggunung
yang tak lagi kau hiraukan.
(Nabila, 110218, Banjarmasin)
Rabu, 24 Januari 2018
Save Meratus
Adakah Kau Dengar Jerit Hutan Kami
(Nabila)
Indahnya meratus nampak jelas kutatap
Bersama debur angin dari puncak gunung
Jelas aku tertegun
Telah nampak hutan-hutan rimba di kaki gunung
Jeritnya terdengar riuh
Tangisnya ledakkan sunyi
Pohon-pohon terluka
Hampir habis ditebang kapitalis bengis
Tanah gersang menganga
Lihatlah di jantung rimba itu
Rumah-rumah kami anak negri
Lihatlah balai yang terbelah
Adakah kau dengar jerit hutan kami
Hutan rimba adalah nafas kami
Begitu serakahnya kau kapitalis berwatak imprialis
Adakah kau dengar jerit hutan kami
Adakah pula kau lihat tanah gersang dan menganga
tempat kami terkubur di dalamnya
Banjarbaru, 17 April
(Nabila)
Indahnya meratus nampak jelas kutatap
Bersama debur angin dari puncak gunung
Jelas aku tertegun
Telah nampak hutan-hutan rimba di kaki gunung
Jeritnya terdengar riuh
Tangisnya ledakkan sunyi
Pohon-pohon terluka
Hampir habis ditebang kapitalis bengis
Tanah gersang menganga
Lihatlah di jantung rimba itu
Rumah-rumah kami anak negri
Lihatlah balai yang terbelah
Adakah kau dengar jerit hutan kami
Hutan rimba adalah nafas kami
Begitu serakahnya kau kapitalis berwatak imprialis
Adakah kau dengar jerit hutan kami
Adakah pula kau lihat tanah gersang dan menganga
tempat kami terkubur di dalamnya
Banjarbaru, 17 April
Dia masalaluku
Puisi ini dia berikan tak berjudul,
judul ini kubuat sendiri untuknya,
Celoteh
Senja
(Oleh AS Bayu)
(Oleh AS Bayu)
Lihatlah, lihat!!
Semuanya kini buta
Manakala semburat senja
terseret arah
Mengibaskan gemintang
yang luruh di angkasa raya
Bagai cinta yang dibuai
dusta
Tahukah engkau wahai
kasih?
Tentang hikayat sang
bayu yang meniup mesra jelalat sang debu?
Ketika rimbun perdu
gugur
Saat pelangi tak lagi
berwarna
Dan, ketika sang pena
tak sanggup lagi abadikan kisah ini
Ia murka menjelma terik
Tak kasat mata, namun
bisa hancurkan kehidupan
Inilah makna sebuah
impian yang kau rindu dulu
Semua takkan bisa terulang
Sejarah,
Namun kita bisa
potretkan sejarah baru yang lebih indah.
Bandung,
07 April 2016
Buta, Tuli, dan Bisu, "Cinta" katanya
Aksara Asmara Buta
(Nabila)
Huru hara cinta bak melodi yang mengayun mendayu
Gamang menggerayangi nafas manusia setengah tua
Katanya merah jambu warnanya
Sketsa manusia durjana yang tengah memintal pita asmara
Yang menerima begitu saja cinta dari aksara-aksara buta
Sebab sudah lestari di mata dunia
Terus dan terus melampaui tahun-tahun
Tanpa sadar bola-bola api terus menerus menghujami diri
Seakan siap membakar sang pemuja hati
Tanpa perduli hakikat diri dan cinta sejati
Banjarmasin, 14 Februari 2017
Langganan:
Postingan (Atom)